Sejarah munculnya Syi’ah Islam dimulai dalam beberapa babak, dan babak pertama adalah meninggalnya nabi Muhammad SAW pada tahun 632 hingga perang Karbala pada tahun 680. Syi’ah merupakan aliran/ajaran terbesar kedua dengan Sunni masih menjadi yang paling besar. Ajaran Syi’ah sendiri tetap mengikuti ajaran yang ditetapkan oleh nabi Muhammad SAW dan dengan bimbingan dari keluarga-keluarganya (yang juga dikenal dengan nama Ahlul Bait) atau keturunannya, dikenal juga sebagai Imam Syi’ah. Keturunan nabi Muhammad SAW hanya berlanjut dari anaknya, Fatima Zahra, dan sepupunya, Ali, yang bersama dengan cucu-cucunya membentuk Ahlul Bait. Fakta inilah yang membuat Syi’ah menganggap keturunan nabi Muhammad SAW sebagai sumber yang tepat untuk pedoman hidup dan menilai masa pemerintahan tiga khalifah Sunni hanya sebagai kejadian sejarah, bukan sesuatu yang terkait dengan kepercayaan.
Sejarah Berkembangnya Aliran Syi’ah
Sejarah munculnya Syi’ah bermula ketika nabi Muhammad SAW tutup usia pada tahun 632 dan terjadi perselisihan dalam tubuh komunitas Muslim tentang siapa yang akan melanjutkan nabi sebagai pemimpin umat Islam. Ketika Ali bin Abi Thalib dan keluarga dekat nabi Muhammad SAW sedang memandikan jenazahnya untuk dikebumikan, pemimpin umat-umat Islam di Mekah dan Madinah mengadakan pertemuan rahasia di Saqifah untuk menentukan siapa yang menjadi penerus Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin negara Muslim terlepas dari pendapat para Muhajirin (orang-orang Muslim pertama) bahwa nabi Muhammad SAW telah menunjuk Ali sebagai penerusnya. Akhirnya setelah mengalami beberapa penolakan dan percekcokan, Abu Bakar dipilih sebagai khalifah pertama berkat Umar bin Khatab yang menominasikannya. Keputusan ini dicecar oleh sahabat-sahabat pertama nabi Muhammad SAW yang bersikeras bahwa Ali lah yang seharusnya menjadi penerus nabi mengingat nabi pernah menunjuknya.
Sejarah munculnya Syi’ah bermula ketika nabi Muhammad SAW tutup usia pada tahun 632 dan terjadi perselisihan dalam tubuh komunitas Muslim tentang siapa yang akan melanjutkan nabi sebagai pemimpin umat Islam. Ketika Ali bin Abi Thalib dan keluarga dekat nabi Muhammad SAW sedang memandikan jenazahnya untuk dikebumikan, pemimpin umat-umat Islam di Mekah dan Madinah mengadakan pertemuan rahasia di Saqifah untuk menentukan siapa yang menjadi penerus Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin negara Muslim terlepas dari pendapat para Muhajirin (orang-orang Muslim pertama) bahwa nabi Muhammad SAW telah menunjuk Ali sebagai penerusnya. Akhirnya setelah mengalami beberapa penolakan dan percekcokan, Abu Bakar dipilih sebagai khalifah pertama berkat Umar bin Khatab yang menominasikannya. Keputusan ini dicecar oleh sahabat-sahabat pertama nabi Muhammad SAW yang bersikeras bahwa Ali lah yang seharusnya menjadi penerus nabi mengingat nabi pernah menunjuknya.
Terpilihnya Abu Bakar sebagai penerus nabi Muhammad SAW menuai protes yang datang dari keluarga nabi beserta mayoritas Muhajirin, dimana mereka semua lebih memilih Ali yang menjadi penerus. Terpilihnya Abu Bakar berlanjut dengan sebuah serbuan menuju rumah Ali yang dipimpin oleh Umar dan Khalid bin Walid. Kejadian perebutan status penerus nabi merupakan sebuah isu yang sering menimbulkan perdebatan. Karena hal ini jugalah umat Muslim terbagi menjadi dua cabang tergantung dengan pandangan politik mereka terhadap isu ini yang juga menciptakan dinding teologis antara Sunni dan Syi’ah. Kedua kelompok ini juga memiliki pandangan yang berbeda tentang sikap Ali kepada Abu Bakar dan kedua khalifah yang meneruskannya yaitu Umar bin Khatab dan Usman bin Affan. Pihak Sunni cenderung menekankan bahwa Ali menerima keputusan yang ada dan membantu para khalifah, sementara Syi’ah mengklaim bahwa Ali menjauhkan diri dari mereka. Muslim Sunni juga menambahkan jika Ali memang penerus nabi Muhammad SAW seperti yang diharapkan Allah, maka kewajiban Ali lah untuk memerangi para khalifah, dan Muslim Syi’ah selalu berdalih bahwa Ali tidak maju berperang karena kurangnya kekuatan militer dan kalaupun ia memutuskan untuk berperang, akan terjadi perang sipil antara umat Muslim yang masih dianggap sebagai komunitas baru di dunia Arab.
Masa Pemerintahan Ali
Awal kemunculan Syi’ah tidaklah berjalan mulus, terutama dengan penolakan Ali sebagai khalifah yang meneruskan perjuangan nabi Muhammad SAW. Baru pada masa ketika khalifah Usman dibunuh pada tahun 657-lah umat Muslim di Madinah membujuk Ali penuh putus asa agar ia mau menjadi khalifah keempat yang akhirnya ia setujui. Ali kemudian membangun ibu kotanya di Kufah yang sekarang menjadi Iraq. Masa pemerintahan Ali mengalami banyak ujian, dan banyak perang yang ditujukan untuk menjatuhkannya. Karena hal tersebut, Ali harus berusaha mempertahankan kekuasaan yang ia miliki untuk melawan orang-orang yang mengkhianatinya maupun mereka yang menginginkan posisinya.
Awal kemunculan Syi’ah tidaklah berjalan mulus, terutama dengan penolakan Ali sebagai khalifah yang meneruskan perjuangan nabi Muhammad SAW. Baru pada masa ketika khalifah Usman dibunuh pada tahun 657-lah umat Muslim di Madinah membujuk Ali penuh putus asa agar ia mau menjadi khalifah keempat yang akhirnya ia setujui. Ali kemudian membangun ibu kotanya di Kufah yang sekarang menjadi Iraq. Masa pemerintahan Ali mengalami banyak ujian, dan banyak perang yang ditujukan untuk menjatuhkannya. Karena hal tersebut, Ali harus berusaha mempertahankan kekuasaan yang ia miliki untuk melawan orang-orang yang mengkhianatinya maupun mereka yang menginginkan posisinya.
Kekacauan yang ada pada masa Ali menyebabkan terjadinya Fitnah Pertama, yang menuntun kepada terjadinya perang sipil antara kekhalifahan Islam untuk pertama kalinya. Fitnah ini dimulai dengan beberapa gelombang protes terhadap Ali yang menjadi imam pertama karena terbunuhnya Usman sebagai pendahulu politiknya. Meskipun beberapa orang percaya bahwa Usman melakukan nepotisme dan menyetujui kekhilafahan Ali, orang-orang itu akhirnya berbalik menyerangnya. Ali kemudian terbunuh pada sekitar tahun 661 ketika sedang dalam posisi sujud, dan Muawiyah yang menjadi pesaing utama Ali mengambil alih kekhalifahan.
Kejadian penting lainnya dalam awal kemunculan Syi’ah adalah pengimaman Ahlul Bait. Pengimaman Ahlul Bait ini dimulai dengan kaum Zaydis yang menyempitkan klaim politik dari pendukung Ali bahwa yang dapat memimpin umat Muslim hanyalah keturunan laki-laki dari pernikahan Ali dan Fatimah. Meski begitu ketika terjadi pemberontakan Abbasid, kaum Syi’ah lainnya yang dikenal sebagai Imamiah (pengikut para imam) mengikuti sekolah teologi milik Ja’far al-Sadiq yang merupakan cucu dari Ali. Sejak saat ini, hampir seluruh pengikut Syi’ah menjadi Imami. Para Imami ini percaya bahwa para Imam adalah penerus politik dan spiritual dari nabi Muhammad SAW. Menurut mereka, para Imam juga tidak hanya memerintah komunitas Muslim dengan keadilan, tapi juga mampu menjaga dan menginterpretasi hukum Islam dan pengertian esoteriknya.
Pada masa modern ini, masalah yang dialami populasi Muslim Syi’ah adalah jika Syi’ah tidak mencapai suatu angka yang signifikan di negara Islam, seluruh populasi Muslim di tempat tersebut akan dianggap sebagai Muslim Sunni. Nyatanya, penganut paham Syi’ah di Asia Selatan sendiri mencapai 21-35% total penduduk dan hanya sekitar 10-20% penduduk dunia yang menganut paham ini. Negara-negara seperti Iran, Irak, Azerbaijan, Yaman, dan Bahrain merupakan daerah yang memiliki Syi’ah sebagai paham mayoritas, dan daerah-daerah tadi juga yang berperan besar dalam menuliskan perkembangan Sejarah munculnya Syi’ah.
0 komentar:
Posting Komentar