Sejarah berdirinya kota Jakarta – Kota Tua dimulai ketika pada tahun 1526 Fatahillah dikirim untuk menyerang pelabuhan Sunda Kelapa yang berada di Pajajaran, sebuah kerajaan Hindu pada tahun 1526, yang nantinya diberi nama Jayakarta. Kota yang namanya berubah menjadi Batavia saat pendudukan Belanda, kini disebut sebagai Kota Tua, Jakarta Tua, atau Batavia Tua. Luas area ini hanya 1.3 km3 di daerah Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Pemberian nama “Kota Tua” sendiri merupakan tanda sebagai pengingat daerah sekitar semasa kolonial di abad ke-16 bahwa kota ini hanya ada dalam daerah dinding Batavia (yang sekarang disebut kota) sementara daerah sekitarnya hanyalah kampung (desa), perkebunan, dan sawah. Daerah yang memiliki Glodok sebagai pusat kota ini sering juga disebut-sebut sebagai “Permata Asia” dan “Ratu dari Timur” pada abad ke-16 oleh pelaut Eropa. Kota Tua atau Batavia seperti namanya dulu pernah menjadi pusat komersil seluruh nusantara karena lokasinya yang strategis dan sumber daya yang melimpah.
Sejarah Kota Tua dari Masa Lampau
Sejarah berdirinya kota Jakarta – Kota Tua awalnya bermula dengan Jakarta yang masih berupa sebuah dermaga kecil di muara Kali Ciliwung sekitar abad ke-16. Meski begitu, sebenarnya sejarah Jakarta sudah dimulai jauh sebelumnya karena Jakarta dan area sekitarnya merupakan tempat pemukiman warga selama berabad-abad tepatnya sejak abad ke-4 sebelum masehi. Catatan sejarah yang paling awal ditemukan di Jakarta juga merupakan prasasti paling tua dalam sejarah Indonesia. Area pantainya juga diakui sebagai dermaga, dan dijadikan pemukiman umat Hindu pada abad itu sebagai bagian dari kerajaan India Tarumanegara. Prasasti Tugu yang ditemukan di daerah Tugu Jakarta Utara juga mengonfirmasi bahwa daerah yang kini merupakan bagian dari Jakarta modern dulunya adalah tempat pemukiman warga.
Sejarah berdirinya kota Jakarta – Kota Tua awalnya bermula dengan Jakarta yang masih berupa sebuah dermaga kecil di muara Kali Ciliwung sekitar abad ke-16. Meski begitu, sebenarnya sejarah Jakarta sudah dimulai jauh sebelumnya karena Jakarta dan area sekitarnya merupakan tempat pemukiman warga selama berabad-abad tepatnya sejak abad ke-4 sebelum masehi. Catatan sejarah yang paling awal ditemukan di Jakarta juga merupakan prasasti paling tua dalam sejarah Indonesia. Area pantainya juga diakui sebagai dermaga, dan dijadikan pemukiman umat Hindu pada abad itu sebagai bagian dari kerajaan India Tarumanegara. Prasasti Tugu yang ditemukan di daerah Tugu Jakarta Utara juga mengonfirmasi bahwa daerah yang kini merupakan bagian dari Jakarta modern dulunya adalah tempat pemukiman warga.
Ketika Tarumanegara mulai kehilangan kekuatan, daerah Jakarta jatuh ke tangan Kerajaan Sunda. Dermaga Sunda ini juga dikenal sebagai sebuah dermaga yang strategis dan makmur, dipadukan lagi dengan lada dari Sunda yang dikenal karena kualitasnya yang luar biasa. Orang-orang di area tersebut semua bekerja di bidang agrikultur dan rumah mereka juga terbuat dari tumpukan kayu. Salah satu pelabuhan yang ada di mulut sungai diberi nama Sunda Kalapa/Sunda Kelapa, seperti yang tertulis dalam Hindu Bujangga Manik, sebuah manuskrip dari lontar milik seorang biarawan dan salah satu sisa dari literatur Sunda Kuno. Pelabuhan tersebut adalah milik Pakuan Pajajaran (yang sekarang menjadi Bogor), ibu kota dari kerajaan Sunda. Pada abad ke-14 masehi, pelabuhan ini menjadi pelabuhan dagang yang penting bagi pihak kerajaan. Pada abad ke-16, penjelajah dari Eropa juga sering menyebut sebuah kota yang dipanggil Kalapa, sebuah pelabuhan utama dari kerajaan Hindu Sunda. Pihak Portugis kemudian menyimpam Luso Sundanese padrao, sebuah perjanjian politik dan ekonomi dengan kerajaan Sunda, dan Portugis mulai membuat tempat tinggal mereka sendiri di Jawa.
Demi mencegah Portugis memiliki kekuatan di Jawa, Fatahillah dikirim oleh kerajaan Demak untuk menyerang mereka di Sunda Kelapa pada tahun 1527, dan penyerang tersebut sukses, membuat Sunda Kelapa jatuh ke tangan Demak dan berubah namanya menjadi Jayakarta. Sejarah berdirinya kota Jakarta – Kota Tua kemudian memasuki babak baru ketika ia menjadi bagian dari Kesultanan Banten yang ada di bagian barat Jayakarta. Pada masa ini, banyak saudagar dari Amsterdam yang melakukan ekspedisi menuju kepulauan east Indie yang ada di bawah komando Cornelis de Houtman. Ekspedisi ini tiba di Bantam (sekarang menjadi Banten) dan Jayakarta pada tahun 1596 dengan niatan awal bertukar rempah-rempah, sama seperti bangsa Portugis. Pada tahun 1602, pelayaran Inggris yang dikomandani oleh Sir James Lancaster tiba di Aceh dan berlayar ke Bantam, dimana ia kemudian diperbolehkan untuk membangun pos perdagangan sebagai pusat jual-beli Inggris di Indonesia pada tahun 1682.
Pada tahun 1610, saudagar Belanda mulai diperbolehkan untuk membangun gudang yang ada di seberang rumah Pangeran Jayawikarta. Sayangnya, pada tahun 1618 hubungan yang kurang baik antara Jayawikarta dan Belanda mulai memburuk, dan pasukan Jayawikarta mulai menyerang benteng Belanda yang melindungi 2 gudang bernama Nassau dan Mauritius. Pada tanggal 30 Mei 1619, Jan Pieterszoon Coen mulai memimpin pasukan Belanda untuk membakar kota Jayakarta, yang berhasil dilakukan hanya menyisakan Padrao Sunda Kelapa. Hal ini baru diketahui ketika dilakukan penggalian di daerah Kota.
Kota Jakarta mulai terbentuk ketika Batavia mulai melebar menuju bagian barat dari Ciliwung, di atas reruntuhan Jayakarta. Kota ini didesain dengan gaya Belanda-Eropa, lengkap dengan benteng yang diberi nama Kasteel Batavia, dinding kota, dan kanal-kanal. Kota Batavia yang baru ini selesai dibangun pada tahun 1650 dan menjadi ibukota dari VOC di daerah East Indies. Kanal-kanal yang dibuat perlahan mulai terisi penuh karena penyakit tropis yang ada di bagian dalam dinding kota karena sistem sanitasi yang luar biasa buruk. Kota ini akhirnya mulai kembali melebar pada tahun 1870 didorong dengan banyaknya orang yang ingin pindah dari area Kota, menuju area Weltevreden (sekarang Lapangan Merdeka).
Jakarta akhirnya mulai berkembang dengan selesainya pendudukan Jepang, dan pada tahun 1972, Gubernur Jakarta pada masa itu yang bernama Ali Sadikin mengeluarkan perintah untuk secara resmi menjadikan daerah Kota Tua sebagai situs warisan sejarah Indonesia, agar paling tidak bisa melindungi bangunan yang tersisa di sana. Beberapa saat belakangan ini juga mulai aktif lagi beberapa badan sosial yang berencana merevitalisasi daerah-daerah Kota Tua, sehingga dapat menjadi daerah sejarah yang baik.
0 komentar:
Posting Komentar