Total Tayangan Halaman

Selasa, 10 November 2015

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA









BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
      Muhammad telah meninggalkan warisan rohani yang agung, yang telah menaungi dunia dan memberi arah kepada kebudayaan dunia selama beberapa abad yang lalu. Warisan yang telah memberi pengaruh besar pada masa lampau itu, bahkan lebih lagi pada masa yang akan datang, karena ia telah membawa agama yang benar dan meletakkan dasar kebudayaan satu-satunya yang akan menjamin kebahagiaan dunia ini. Agama dan kebudayaan yang telah dibawa Muhammad kepada umat manusia melalui wahyu Tuhan itu, sudah begitu berpadu sehingga tidak dapat lagi terpisahkan.
      Kalaupun kebudayaan Islam ini didasarkan kepada metode-metode ilmu pengetahuan dan kemampuan rasio, hal ini sama seperti yang menjadi pegangan kebudayaan Barat masa kita sekarang, dan kalau pun sebagai agama Islam berpegang pada pemikiran yang subyektif dan pada pemikiran metafisika namun hubungan antara ketentuan-ketentuan agama dengan dasar kebudayaan itu erat sekali. karena cara pemikiran yang metafisik dan perasaan yang subyektif di satu pihak, dengan kaidah-kaidah logika dan kemampuan ilmu pengetahuan di pihak lain oleh Islam dipersatukan dengan satu ikatan, yang mau tidak mau memang perlu dicari sampai dapat ditemukan, untuk menjadi orang Islam dengan iman yang kuat pula. Dari segi ini kebudayaan Islam berbeda sekali dengan kebudayaan Barat yang sekarang menguasai dunia, Perbedaan kedua kebudayaan ini sebenarnya sangat prinsip sekali, sampai menyebabkan dasar keduanya itu saling bertolak belakang.
1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian kebudayaan?
2. Bagaimana sejarah masuknya kebudayaan Islam di Indonesia?
3. Bagaimana bentuk-bentuk kebudayaan Islam?
4. Apa kontribusi kebudayaan Islam terhadap kebudayaan Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebudayaan
      Menurut Prof. Koentjaraningrat dalam buku pengantar ilmu Antropologi (2009:181), kata kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada sarjana lain yang mengupas budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dan budi. Karena itu mereka membedakan budaya dan kebudayaan. Demikianlah budaya adalah daya dan budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa itu. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu. Dalam istilah ilmu Antropologi budaya, perbedaan itu di tiadakan. Kata budaya di sini hanya dipakai  sagai suatu singkat saja dari kebudayaan dengan arti yang sama.
      Menurut Prof Koentjaraningrat dalam buku pengantar ilmu Antropologi (2009:182), kebudayaan berasal dari kata culture merupakan kata asing yang sama artinya dengan kebudayaan. Berasal dari latin colere yang bearti mengolah, megerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam. Disamping istilah kebudayaan ada pula istilah peradaban. Hal yang terakhir adalah sama dengan istilah ingggris civilization. Istilah tersebut biasanya dipakai untuk menyebutkan bagian unsure dari kebudayaan yang halus, maju, dan indah misalnya kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan santun pergaulan dan sebagainya. Istilah peradaban sering juga dipakai untuk menyebutkan suatu kebudayaan yang mempunyai system teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa dan sebagainya.
     Dalam ilmu antropologi, yang telah menjadikan berbagai cara hidup manusia dengan berbagai macam sistem tindakan tadi sebagai obyek penelitian dan analisanya, aspek belajar itu merupakan aspek yang sangat penting. Itulah sebabnya dalam hal memberi pembatasan terhadap konsep “kebudayaan” atau culture itu, artinya dalam hal memberi definsi terhadap konsep “kebudayaan”, ilmu antropologi sering kali sangat berbeda denga berbagai ilmu lain. Juga apabila dibandingkan dengan arti yang biasanya diberikan kepada konsep itu dalam bahasa sehari-hari, yaitu arti yang terbatas kepada hal-hal yang indah seperti candi, tari-tarian, seni suara, kesusteraan dan filsafat, definisi ilmu antropologi jauh lebih luas sifat dan ruang lingkupnya. Menurut ilmu antropologi, “kebudayaan” adalah : keseluruhan sstem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat.1979:179-180).
     Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tidakan manusia adalah “kebudayaan” karena hanya amat sedikit tindakan manusia alam rangka kehidupan masyarakat yang tak perlu dibiasakannya dengan belajar, yaitu hanya beberapa naluri beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi, atau kelakuan apabila ia sedang membabi buta. Bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang terbawa oleh makhluk manusia dengan gen-nya bersama kelahirannya (seperti  misalnya makan, minum atau berjalan dengan kedua kakinya), juga dirombak olehnya menjadi tindakan kebudayaan. Manusia makan pada waktu-waktu tertentu yang dianggapnya wajar dan pantas, ia makan dan minum dengan alat-alat, cara-cara dan sopan santun dan protocol yang sering sekali sangat rumit, yang harusnya dipelajari denga susah payah. Manusia berjalan tidak menurut wujud organisma yang  telah ditentukan oleh alam, melainkan merombak cara berjalanna dengan gaya seperti prajurit, berjalan dengan gaya lemah lembut, berjalan seperti pragawati, dan sebagainnya, yang semuanya harus dipelajarinya dahulu (Koentjaraningrat.1979:179-180).
     Memang, definisi yang menganggap bahwa “kebudayaan dan “tindakan keudayaan” itu adalah segala tindakan yang harus dibiasakan oleh manusia dengan belajar (learned behavior), juga diajukan oleh beberapa ahli antropologi terkenal seperti C. Wissler, C. Kluckhon, A. Davis, atau A. Hoebel. Definisi-defiinisi yang mereka ajukan hanya merupakan beberapa saja di antara banyak definisi lain yang pernah diajukan, tidak hanya oleh para sarjana aantropologi, melainkan juga oleh para sarjana ilmu-ilmu lain seperti sosiologi, filsafat, sejarah dan kesustraan. Dua orang sarjana antropologi, AL. Kroeber dan C. Kluckhohn, pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi tentang kebudayaan yang pernah dinyatakan orang dalam tulisan, dan ternyata bahwa ada paling sedikit 160 buah definisi. Ke-160 buah defiisis itu kemudian mereka analisa, dicari latar belakang, prinsip, dan intinya, kemudian diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe definisi. Hasil penelitian megenai definisi kebudayaan tadi diterbitkan bersama menjadi buku berjudul : Culture, A Critical Review of Concepts and Definitions (Koentjaraningrat.1979:179-180).
Menurut ilmu antropologi yang dikemukakan oleh koentjaraningrat (2009:144) kebudayaan adalah keseluruan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan yang dijadikan milik diri manusia dengan proses belajar. Hal tersebut bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri, beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi atau kelakuan membabi buta. Bahkan beberapa tindakan manusia yang mrupakan kemampuan naluri yang terbawa gen bersama kelahiranya (seperti makan, minum atau berjalan dengan kedua kakinya). Adapun pengertian yang lain  mengenai kebudayaan adalah sebagai berikut Menurut E.B Taylor dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar (2006:27), budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggaota masyarakat.
     Menurut R. Linton dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar (2006:27-28), kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
     Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar (2006:28), mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
     Menurut Herkovits dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar (2006:28), kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.
Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non material. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana menujju tahapan yang lebih kompeks (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:28).

Adapun unsur-unsur dari kebudayaan yang terbagi menjadi :
1.   Bahasa
2.   Sistem pengetahuan
3.   Organisasi sosial
4.   Sistem peralatan
5.   Sistem mata pencaharian hidup
6.   Sistem religi
7.   Kesenian
     Ada beberapa perwujudan dari kebudayaan yang dapat dibagi dan digolongkan dalam tiga wujud, yaitu (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:28):
1.    Wujud sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.
Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifst abstrak, tak dapat diraba, dipegang, ataupun difoto, dan tempat ada di alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang ersangkutan itu hidup. Kebudayaan ini disebut pula dengan tata kelakuan, hal ini menunjukkan bahwa budaya idea mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan, dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ini dapat disebut adat atau adat istiadat, yang sekarang banyak disimpan dalam arsip, tape, dan komputer (Dr. Elly M.Setiadi dkk. 2005:29).
2.    Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
     Wujud tersebut dinamakan system social, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan karena dalam system social ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat Lebih jelasnya tampak dalam bentuk perilaku dan bahasa pada saat mereka berinteraksi dalam pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:29).
3.    Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
     Wujud ini biasa disebut dengan kebudayaan fisik. Di mana wujud budaya ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik (akivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam  masyarakat). Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat kecil. Seperti contoh Candi Borobudur, kain batik, dan lain sebagainya (Dr. Elly M.Setiadi dkk. 2005:28).
Adapun beberapa hal yang terkandung dalam kebudayaan, yakni sebagai berikut (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:30):

1.    Sistem Pengetahuan
     Sistem pengetahuan di sini merupakan bagian yang tidak akan pernah hilang dalam  perjalanan hidup manusia. Sistem pengetahuan di sini menyangkut dalam pengetahuan tentang alam sekitar, tubuh manusia, sifat-sifat dan tingkah laku sesame manusia, dan ruang dan waktu (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:30).

2.    Nilai
    Nilai merupakan sesatu yang dianggap baik dan selalu dinginkan, dicita-citakan, dan juga dianggap penting oleh seluruh manusia dalam bermasyarakat. Ada beberapa aspek dalam penilaian dalam hal ini, yakni aspek keindahan (nilai estetika), baik (nilai-moral atau e tis), religious ( nilai agama), (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:31).

3.   Pandangan Hidup
     Pandangan Hidup merupakan pedoman hidup manusia dalam menyelesaikan suatupermasalahan (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:31).

4.   Kepercayaan
     Kepercayaan ini memiliki arti yang lebih luas dari pada agama, yakni suatu keyakinan pada suatu hal yang dianggap bisa membantu dan menolong untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:31).
5.   Persepsi
     Persepsi atau sudut pandang merupakan suatu titik tolak pemikiran yang tersusun dari seperangkat kata-kata yang digunakan utuk memahami kejadian atau gejala dalam kehidupan. Persepsi terrdiri atas tiga hal, yakni persepsi sensorik (persepsi yang terjadi  tanpa menggunakan salah satu indera manusia), persepsi telepati (kemampuan pengetahuan kegiatan mental individu lain), Persepsi clairvoyance (kemampuan untuk melihat peristiwa atau kejadian di tempat lain, jauh dari orang yang bersangkutan).

2.2 Sejarah kebudayaan Islam di Indonesia
Sejarah masuknya kebudayaan Islam di Indonesia khususnya di tanah jawa di tandai dengan adanya Wali Songo yang diyakini merupakan penyebar agama islam di daerah jawa pada abad 14, selain itu Islam masuk ke Indonesia melalui pedagang-pedagang Islam dari Timur Tengah pada zaman kerajaan. Wali songo atau Wali Sanga ini diperkirakan tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain (http://id.wikisource.org/wiki/wali-songo_.28.E2.80.93.29).
      Pengertian dari wali songo adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari , bahasa Jawayang berarti tempat. Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir. Para Walisongo juga merupakan intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian,
kemasyarakatan, hingga kepemerintahan.
     Adapaun tokoh-tokoh dari Wali Songo, yakni sebagai berikut :

1.    Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau Mursyid Akbar Thariqat Wali Songo . Nasab As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim Nasab Maulana Malik Ibrahim menurut catatan Dari As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini yang kumpulan catatannya kemudian dibukukan dalam Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang terdiri dari beberapa volume (jilid). Dalam Catatan itu tertulis: As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat Zainal Alam bin As-Sayyid Husain Jamaluddin bin As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin As-Sayyid Abdullah bin As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Al-Imam Isa bin Al-Imam Muhammad bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Al-Imam Ja’far Shadiq bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Al-Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti Nabi Muhammad Rasulullah. Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek Bantal. Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur

2.    Sunan Ampel ( Raden Rahmat)
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad, menurut riwayat ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti Ming. Nasab lengkapnya sebagai berikut: Sunan Ampel bin Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin Sayyid Ahmad Jalaluddin bin Sayyid Abdullah bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Sayyid Alwi Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali’ Qasam bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Alwi bin Sayyid Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid Isa bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Ali Al-Uraidhi bin Imam Ja’far Shadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti Syari’ah,Sunan Derajat,Sunan Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden Zainal Abidin (Sunan Demak),Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2. Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya

3. Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525

4. Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522

5. Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550

6. Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima

7. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh Subakir). Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, menikahi juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri

8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama Dewi Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus

9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten

2.3 Bentuk-bentuk kebudayaan Islam di Indonesia
      Cakupan atau bagian dari budaya itu sendiri adalah spiritual (pengalaman agama yang pernah di alami atau pengalaman rohani) atau budaya yang hanya sebatas gagasan, konsep dalam pemikiran, intelektual (wawasan dari pengetahhuan-pengetahuan atau wawasan keilmuan), sikap artistik (rasa keindahan) yang dihasilkan oleh masyarakat, termasuk tradisi, kebiasaan, adat, moral, hukum dan hubungan sosial, selain itu yang terpenting dari budaya adalah hasil dari budaya itu sendiri, baik dalam bentuk material maupun inmaterial. Dari pemaparan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kebudayaan Islam adalah spiritual, intelektual, sikap artistik, tradisi, kebiasaan, adat, moral, hukum, dan hubungan sosial yang dihasilkan oleh Nabi Muhammad saw. dan masyarakat Islam dari waktu ke waktu. Dari uraian tersebut jika kita bahasakan dalam istilah sehari-hari yang sudah biasa kita kenal, maka bentuk atau wujud kebudayaan Islam itu dapat berupa sebagai berikut :

1. Bidang politik dan pemerintahan
Pola kepemimpinan dalam Islam baik ketika rasulullah masih hidup maupun ketika beliau sudah meninggal terus berkembang, hal ini melandasi dasar keimanan seseorang terhadap Allah dan rasulnya. Corak kepemimpinan pada masa Khullafaaurrasyidin, pasti berbeda dengan corak kepemimpinan pada masa Dinasti Bani Ummayyah, dan pada masa Dinasti Abbasiyah, hal ini karena setiap masa akan selalu lahir pemikir-pemikir baru. Di Indonesia sendiri umat islam sangat medominasi sistem pemerintahan maupun politik di Indonesia, karena memang pelaku-pelaku pemerintahan dan politik di Indonesia adalah sebagian besar umat Islam (Antoy Black 2005:48).

2. Bidang sosial dan ekonomi
Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki etos kerja yang tinggi. Ekonomi adalah modal dasar untuk membangun umat agar tetap melanjutkan nilai-nilai perjuangan menegakkan syariat Islam karena memang cirri dari suatu pembangunan adalah ekonomi, ada beberapa landasan-landasan hukum ekonomi islam, yakni Al-qur’an, sunnah, hadist dan lain-lain, karena memang umat Islam haruslah berprilaku sesuai apa yang diajarkan oleh Al-qur’an, sesuai dengan aturan-aturan yang terkandung dalam Al-qur’an dan juga sesuai dengan sunah rosul atau apa yang dilakukan oleh rosullah dan juga sesuai hadist. Rasulullah adalah seorang pedagang yang jujur, beliau telah mencontohkan kepada kita bagaimana cara mengembangkan wawasan perekonomian pada waktu di Mekkah dan Madinah. (Dra, Hulwati 2009:62).

3. Bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan
Rasulullah mengajarkan bahwa menuntut ilmu hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan, dalam Islam pendidikan merupakan hal yang sangat penting, selain itu Rasullah mengajarkan untuk selalu mengamalkan ilmu yang telah di miliki, karena memang pahala yang didapat sangatlah besar, dan juga menguntungkan untuk orang-orang diskitarnya. Masa keemasan pada Dinasti Abbasiyah telah menunjukkan betapa Islam telah mampu memberikan sumbangan berharga untuk kemajuan pengetahuan peradaban manusia. Selain itu ada beberapa contoh kebudayaan islam di Indonesia, yakni seperti pesantren, dan bisa dibilang Indonesia sendiri identik dengan pesantren, berarti ini menunjukkan bahwa pesantren atau kebudayaan islam sangatla mempengaruhi di Indonesia. Perkembangan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan umat Islam sendiri sangatlah mengagumkan, hal ini bisa dilihat dari pemikir-pemikir besar dunia yang merupakan umat Islam, meskipun tidak semuanya, tetapi setidaknya umat Islam telah menyumbangkan atau memberikan pengetahuan kepada dunia pendidikan maupun kepada  dunia pengetahuan (Dr. M. Roqib, M. Ag. 2009:59).

4. Bidang seni (seni suara, seni musik, seni tari, seni rupa, dan seni arsitektur).
Kebudayaan manusia akan terus berkembang dari waktu ke waktu baik itu dalam dalam bidang ekonomi, pengetahuan, sosial, maupun politik. Jadi bukan hanya kepandaian dalam bidang seni membaca Al-Qur’an saja yang dianggap merupakan seni dari agama Islam, tetapi kepandaian membaca Al-qur’an juga masuk dalam kategori seni suara, seni musik pun yang mengandung unsur-unsur kebudayaan islam juga berkembang pesat seperti rebana, kasidah, nasid. Seni tari pun juga mengalami perkembangan dari masa-masa sebelumnya seperti tara ala sufi, tari Saman. Seni rupa seperti kaligrafi Al-Qur’an merupakan seni dari kebudayaan Islam yang perkembangannya sangatlah dirasakan dalam budaya Indonesia, dan juga merupakan kebudayaan Islam yang sangat berkembang di Indonesia. Seni arsitektur atau seni bangunan juga tidak kalah berkembang, hampir kebanyakan corak atau seni bangunan di Indonesia sangat terpengauh oleh budaya islam.( Islam Sehari-Hari Ronny Astrada 2011:80).

2.4 Kontribusi kebudayaan Islam di Indonesia
Di antara  kontribusi kebudayaan islam yang ada di indonesia adalah  dari bentuk budaya atau tradisi yang masi mengakar pada nilai-nilai masyarakat islam di indonesia dan menjadi kepercayaan mereka mesing-masing. Kesenian-kesenian baik seni rupa, seni kriya dan lain-lain juga merupakan kontribusi kebudayaan Islam. Artefak-artefak yang sekarang menjadi aset benda kebudayaan negara yang sangat bernilai harganya juga termasuk kontribusi dari kebudayaan Islam yang ada di Indonesia. Diantara tradisi dan budaya tersebut antara lain:

1. Budaya tumpeng. Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut. Itulah sebabnya disebut nasi tumpeng. Olahan nasi yang dipakai, umumnya   berupa nasi kuning, meskipun kerap juga digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi keturunan Jawa, dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia mengenal kegiatan ini secara umum. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah tradisional) dan dialasi daun pisang. Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai “tumpengan”. Di Yogyakarta misalnya,   berkembangtradisi “tumpengan” pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari       Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara. Ada tradisi      tidak tertulis yang menganjurkan bahwa pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi     orang yang profesinya tertinggi dari orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. (majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XI/1428H/2008.)

2. Kebudayaan Peusijeuk, upah-upah (manyonggot), tepung tawar dan selamatan. Adat istiadat ini biasa diadakan apabila seseorang memiliki hajatan atau hendak pergi jauh untuk menghilangkan kesialan. Di daerah Aceh, acara ini disebut peusijeuk. Di pesisir Melayu disebut tepung tawar, dan di Jawa dikenal dengan sebutan selamatan. Di daerah Tapanuli Utara dan Asahan dikenal dengan sebutan upah-upah atau manyonggot. tepung tawar biasa dilakukan dengan menghambur-hambur beras kepada orang yang ditepung tawari. Adapun upah-upah, juga merupakan upacara menolak kesialan. Biasanya dilakukan terhadap orang yang sakit agar spiritualnya (roh) kembali ke jasadnya. Yaitu           dengan memasak ayam kemudian diletakkan di piring lalu dibawa mengitari orang yang akan diupah-upahi, kemudian disuapkan kepada orang tersebut. Tujuannya ialah mengembalikan semangat pada orang sakit itu. Acara-acara seperti tersebut di atas, tidak lepas dari unsur-unsur kepercayaan animisme, dan konon asal-usulnya berasal dari ritual-ritual nenek moyang. (majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XI/1428H/2008).

3. Kebudayaan Sungkeman. Kebudayaan ini berasal dari pulau Jawa yang umumnya dilakukan pada saat Hari Raya dan pada upacara pernikahan, tetapi kadang kala           dilakukan juga setiap kali bertemu. Dilakukan dengan cara sujud kepada orang tua atau orang yang dianggap sepuh (Jawa, tua atau dituakan). Adat ini mengandung unsur sujud dan rukuk kepada selain Allah, yang tentunya dilarang dalam Islam, tapi sujud dan rukuk tersebut bagi masyarakat jawa khususnya hanya sebagai tanda penghormatan kepada yang dianggap lebih tua atau yang dianggap derajadnya lebih tinggi dari pada dirinya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
-     Kebudayaan adalah keseluruan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam   kehidupan yang dijadikan milik diri manusia dengan proses belajar. Hal tersebut bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar, yaitu  hanya beberapa tindakan naluri, beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi atau kelakuan membabi buta. Bahkan beberapa tindakan manusia yang     mrupakan kemampuan naluri yang terbawa gen bersama kelahiranya.

-     Sejarah masuknya kebudayaan Islam di Indonesia khususnya di tanah jawa di tandai dengan adanya Wali Songo yang diyakini merupakan penyebar agama islam di daerah jawa pada abad 14, selain itu Islam masuk ke Indonesia melalui pedagang-pedagang Islam dari Timur Tengah pada zaman kerajaan. Wali songo atau Wali Sanga ini diperkirakan tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-  Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di    Jawa Barat. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung,  membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain

-     Adapun Bentuk atau wujud kebudayaan Islam yang ada di indonesia itu adalah dalam Bidang politik dan pemerintahan, Bidang sosial ekonomi, Bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan dan dalam Bidang seni (seni suara, seni musik, dan seni tari, seni rupa dan seni arsitektur atau seni bangunan).

-     Kontribusi kebudayaan islam yang ada di indonesia adalah  dari bentuk budaya atau tradisi yang masi mengakar pada nilai-nilai masyarakat islam di indonesia dan menjadikan kepercayaan mereka mesing-masing. Kesenian-kesenian baik seni rupa, seni kriya dan lain-lain juga merupakan kontribusi kebudayaan Islam. Artefak-artefak yang sekarang  menjadi aset benda kebudayaan negara yang sangat bernilai harganya juga termasuk    kontribusi dari kebudayaan Islam yang ada di Indonesia.

3.2 Saran
-    Diharapkan bagi mahasiswa yang membaca reverensi ini untuk mencari sumber reverensi yang lain supaya dapat mengambil kesimpulan yang lebih optimal.
-    Penulis menghimbau dalam mengkaji hukum islam jangan mudah percaya pada internet karna bisa saja setiap orang memasukan data yang palsu.
-    Sebagai mahasiswa kita harus berperan aktif dan mengkaji masalah keilmuan terutama dalam bidang keagamaan.
DAFTAR PUSTAKA
-          Azhar, Basyir Ahmad. 1989. Ikhtisar Sejarah Filsafat Islam (Bagian I). Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM.
-          Gazalba, Sidi. 1975. Masjid (Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam). Jakarta: Pustaka Antara.

0 komentar:

Posting Komentar