Kerajaan Kediri yang juga disebut Kerajaan Panjalu adalah sebuah kerajaan dengan corak Hindu-Budha. Kerajaan yang berdiri pada tahun 1042 ini merupakan bagian dari kerajaan yang lebih besar, yaitu Kerajaan Mataram Kuno, dan pusat kerajaannya terletak di tepi sungai Brantas yang merupakan jalur pelayaran besar pada masa itu. Sejarah Kerajaan Kediri banyak diketahui orang karena peristiwa pemberontakan oleh Ken Arok.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri
Pada tahun 1019, Airlangga berhasil naik menjadi raja Medang Kamulan. Saat sedang memerintah, Airlangga berhasil mengembalikan kewibawaan Medang Kamulan dan akhirnya memindahkan pusat pemerintahannya ke Kahuripan. Pada tahun 1041, Airlangga memerintahkan kerajaan untuk dibagi menjadi dua bagian. Pembagian itu dilakukan oleh Mpu Bharada, Brahmana yang terkenal sakti. Dua kerajaan yang terbelah tadi lalu dikenal sebagai Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dan dipisahkan oleh gunung Kawi dan Sungai Brantas. Kejadian ini kemudian dikisahkan dalam prasasti Mahasukbya, serat Calon Arang, dan kitab Negarakertagama. Meskipun tujuan awal Airlangga memecah kerajaan menjadi dua adalah agar tidak ada perebutan kekuasaan, pada praktiknya kedua putra Airlangga tetap bersaing bahkan setelah mereka masing-masing diberi kerajaan sendiri.
Pada tahun 1019, Airlangga berhasil naik menjadi raja Medang Kamulan. Saat sedang memerintah, Airlangga berhasil mengembalikan kewibawaan Medang Kamulan dan akhirnya memindahkan pusat pemerintahannya ke Kahuripan. Pada tahun 1041, Airlangga memerintahkan kerajaan untuk dibagi menjadi dua bagian. Pembagian itu dilakukan oleh Mpu Bharada, Brahmana yang terkenal sakti. Dua kerajaan yang terbelah tadi lalu dikenal sebagai Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dan dipisahkan oleh gunung Kawi dan Sungai Brantas. Kejadian ini kemudian dikisahkan dalam prasasti Mahasukbya, serat Calon Arang, dan kitab Negarakertagama. Meskipun tujuan awal Airlangga memecah kerajaan menjadi dua adalah agar tidak ada perebutan kekuasaan, pada praktiknya kedua putra Airlangga tetap bersaing bahkan setelah mereka masing-masing diberi kerajaan sendiri.
Perkembangan kerajaan Kediri dengan Daha sebagai ibukotanya sangat pesat, sementara kerajaan Jenggala semakin tertinggal. Kejadian ini diduga karena Jenggala ditaklukan oleh Kediri dan kembali bersatu menjadi satu Kerajaan, tapi ada juga kemungkinan bahwa Jenggala tidak meninggalkan prasasti sama sekali.
Perkembangan dan Runtuhnya Kerajaan Kediri
Tidak banyak yang mengetahui tentang masa-masa awal sejarah kerajaan Kediri, bahkan prasasti Turun Hyang II yang diterbitkan pada tahun 1044 oleh Kerajaan Janggala hanya menuliskan tentang perang saudara yang terjadi selepas Airlangga membagi Kahuripan menjadi dua dan ia tidak lagi memerintah. Sejarah Kediri baru mulai diketahui dengan munculnya prasasati Sirah Keting atas nama Sri Jayawarsa pada tahun 1104. Namun, untuk nama Raja sebelum Sri Jayawarsa, baru satu yang sudah diketahui yaitu Sri Samarawijaya sedangkan untuk urutan raja setelah Sri Jayawarsa sudah dapat diketahui dengan jelas melalui temuan prasasti lainnya.
Tidak banyak yang mengetahui tentang masa-masa awal sejarah kerajaan Kediri, bahkan prasasti Turun Hyang II yang diterbitkan pada tahun 1044 oleh Kerajaan Janggala hanya menuliskan tentang perang saudara yang terjadi selepas Airlangga membagi Kahuripan menjadi dua dan ia tidak lagi memerintah. Sejarah Kediri baru mulai diketahui dengan munculnya prasasati Sirah Keting atas nama Sri Jayawarsa pada tahun 1104. Namun, untuk nama Raja sebelum Sri Jayawarsa, baru satu yang sudah diketahui yaitu Sri Samarawijaya sedangkan untuk urutan raja setelah Sri Jayawarsa sudah dapat diketahui dengan jelas melalui temuan prasasti lainnya.
Raja Kediri yang pertama bernama Mapanji Garasakan dan ia tidak memerintah begitu lama, sehingga hampir tidak ada informasi yang cukup banyak tentangnya. Beliau kemudian digantikan oleh Raja Mapanji Alanjung pada tahun 1052 dan kembali digantikan oleh Sri Maharaja Samarotsaha. Karena pertempuran yang terus berlanjut antara Jenggala dan Panjalu, berita tentang kedua kerajaan tersebut hilang selama 60 tahun, hingga akhirnya muncul nama Raja Bameswara pada tahun 1116 yang memerintah hingga tahun 1135. Pada masa itu, pusat pemerintahan tidak lagi berada di Daha melainkan sudah dipindah ke Kediri dan sejak saat itu Panjalu lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri.
Jatuhnya Kerajaan Jenggala tertulis dalam prasasti Ngantang di tahun 1135. Kejadian ini berlangsung saat Sri Jayabhaya memerintah, dan membuat satu semboyan yang terkenal yaitu Panjalu Jayati, yang berarti Panjalu menang. Pada masa pemerintahannya juga Kediri mengalami masa keemasannya dimana wilayahnya meluas hingga seluruh pulau Jawa dan beberapa pulau lain di nusantara. Hal ini juga ditegaskan lewat kronik Tiongkok dengan judul Ling wai tai ta pada tahun 1178 yang ditulis oleh Chou Ku-fei. Kronik Tiongkok tersebut menceritakan bahwa Jawa adalah negeri paling kaya setelah Tiongkok dan Arab, bahkan mengungguli Sumatra. Raja Jayabhaya juga dikenal sebagai seorang ahli nujum. Semua ramalannya ia kumpulkan menjadi sebuah kitab bernama Kitab Jongko Joyoboyo yang di dalamnya ada beberapa hal seperti ratu adil yang akan datang untuk memerintah Indonesia.
Setelah masa pemerintahan Jayabhaya berakhir pada tahun 1159, Raja Sarweswara naik tahta dan memulai pemerintahannya selama 10 tahun. Sayangnya, tidak banyak informasi yang tertulis tentang Raja Sarweswara karena terbatasnya jumlah peninggalan yang ditemukan. Salah satu informasi yang dimiliki tentang Raja Sarweswara adalah ia menggunakan lencana kerajaan berbentuk Ganesha.
Menurut prasasti Angin yang bercerita tentang kisah di tahun 1171, Sri Aryeswara maju untuk menggantikan Sarweswara. Tidak ada yang tahu pasti kapan Aryeswara naik takhta karena lagi-lagi kurangnya informasi sejarah kerajaan Kediri tentang Aryeswara, yang diketahui hanyalah bahwa lambang Kediri saat itu tetap berbentuk Ganesha. Sri Ganda menggantikan Aryeswara sebagai raja pada tahun 1181 yang diketahui dari prasasti Jaring. Prasasti tersebut menceritakan tentang penggunaan nama hewan untuk gelar pangkat.
Pada 1182, Kameswara maju untuk menggantikan Sri Gandra. Sebelum munculnya Kameswara, tidak ada berita yang jelas tentang siapa yang menjadi Raja Kediri. Pada masa ini, Mpu Darmaja membuat sebuah kitab berisi pemujaan pada raja, yang diberi nama Kitab Kakawin Smaradahana. Kitab Lubdaka yang bercerita tentang pemburu yang masuk surga dan Wretasancaya yang berisi tentang tembang Jawa kuno yang juga ditulis oleh Mpu Tan Alung di masa pemerintahan Kameswara.
Raja terakhir yang memerintah dalam sejarah kerajaan Kediri adalah Raja Kertajaya yang juga dikenal dengan sebutan Dandang Gendis. Kisah tentang Kertajaya yang membuka pintu runtuhnya Kerajaan Kediri tertulis dalam Negarakertagama. Alkisah, Kertajaya berselisih dengan kaum Brahmana yang akhirnya meminta bantuan Ken Arok yang kebetulan memiliki cita-cita untuk membuat Tumapel yang saat itu adalah bawahan Kediri merdeka. Perang dengan Tumapel inilah yang akhirnya mengakhiri masa Kerajaan Kediri.
Setelah menjadi bawahan Singasari karena dikalahkan Ken Arok, Jayasabha diangkat menjadi bupati Kediri pada 1258 dan digantikan putranya, Sastrajaya pada tahun 1271. Setelah Sastrajaya turun dan digantikan Jayakatwang, terjadi pemberontakan terhadap Singasari karena ia belum bisa melupakan kekalahan Kertajaya. Kediri kembali runtuh setelah Kertanegara berhasil terbunuh, namun serangan gabungan pasukan Mongol dan Raden Wijaya berhasil mengakhiri sejarah kerajaan Kediri untuk selamanya.
0 komentar:
Posting Komentar